Disiplin Positif: Hukuman vs Konsekuensi Logis

0

Disiplin positif menjadi salah satu solusi pada kurikulum merdeka untuk mencegah terjadi kekerasan di sekolah baik kekerasan verbal maupun non verbal. Dengan disiplin positif ini maka sekolah ramah anak akan leibh mudah terwujud.

Disiplin positif inilah yang menjadi pembeda atara sekolah ramah anak dengan sekolah biasa dalam menerapkan aturan yang berlaku pada masing-masing satuan pendidikan.

Dengan menggunakan disiplin positif..yang dilaksanakan berdasarkan kesepakatan bersama..sehingga tidak memperlakukan HUKUMAN karena yg boleh menghukum hanya aparat sementara kita bukan aparat tapi kita adalah guru tapi konsekuensi logis.

Konsekuensi logis sendiri dibuat berdasarkan kesepakatan antara guru, murid dan orang tua yang harus dipatuhi bersama. Jika ada pihak yang melanggar kesepakatan maka mereka harus menerima konsekuensi logis bukan hukuman.

Sebagai contoh, anak yang terlambat tidak dihukum tapi cukup ditanya alasannya dan dicatat, kemudian. anak langsung masuk kelas. Jika terlambat 5 atau 10 menit, cukup diganti dengan di informasikan oleh guru pelajaran yg diikuti sehingga kita mengajari anak dan memberikan kesempatan bicara utk menyampaikan alasan. Menghargai anak terlambat adalah 100 % tanggung jawab orang tua. Sehingga sekolah wajib memginfo ke orang tua dan meminta kerjasama agar anaknya bisa lebih disiplin dengan membantu masalah anak agar tidak terlambat lagi.

Dengan demikian anak mengetahui manfaat disiplin. Jadi bukan melakukan kebaikan tertekan di sekolah tetapi melakukan kebaikan karena memang kewajiban mereka untuk jadi anak baik dan berkarakter. 

Mengerjakan PR bukan karena takut dihukum, takut tidak diberi nilai tapi karena memang ingin memperdalam pelajaran. Kesadaran yang diharapkan bukan keterpaksaan.

Tidak ada hubungannya terlambat dengan membersihkan WC, terlambat dan menyapu, terlambat dan baca alquran. Ini justru mengurangi hak anak dalam mendapat pendidikan. Ajarkanlah anak konsep yang benar bukan yang salah sehingga dapat diterima dan masuk akal. Kalau membersihkan WC ya karena WC nya kotor, kalau nyapu ya karena lingkungannya kotor, membaca buku ya karena ingin menambah pengetahuan begitu seterusnya. Jadi inilah yang harus diluruskan, mindset dan paradigma.

Dengan demikian anak terbiasa berpikir logis dan akan merasa nyaman ke sekolah bukan merasa tertekan.

Sekilas pandangan ini mungkin bisa membuka mata kita untuk mengubah mindset dan paradigma dalam pembelajaran untuk menghindari kekerasan, menumbuhkan kesadaran dan  membudayakan disiplin positif di sekolah.

Posting Komentar

0 Komentar
Posting Komentar (0)
To Top